KISAH MALIN DAN HAKIM SAMIUN
Malin
adalah seorang petani yang bertempat tinggal di Sijunjung, Ia mempunyai
sebidang tanah ladang yang diwarisinya secara turun temurun. Dua tahun lalu
tanpa sepengetahuan dan seizinnya, Zainal tiba-tiba menggarap tanah tersebut,
membersihkan lahan dan ditanaminya dengan cangkeh. Meskipun masih terhitung
kerabat, tetapi Zainal bukanlah sekaum dan satu harta pusaka
dengan Zainal karena mereka satu ayah tetapi tidak satu ibu.
Malin
telah beberapa kali berupaya menyelesaikan secara baik-baik tetapi Zainal tetap
berkeras tanah tesebut adalah miliknya karena diperoleh dari hasil pencarian
kakek dan neneknya. Merasa tidak terima dengan perlakuan Zainal, Malin
memutuskan untuk menggugat Zainal kepengadilan Negeri Sijunjung. Setelah lebih
dari 3 bulan menjalani proses persidangan, Majelis
hakim yang diketuai oleh Hakim Samiun, akhirnya memutuskan menolak gugatan
Malin. Malin merasa kecewa.
Beberapa hari setelah putusan tersebut dibacakan,
Malin bermimpi didatangi oleh orang-orang tua (ninik-niniknya) mereka sedih dan
marah tanah itu lepas ketangan pihak lain, dalam mimpi tersebut orang-orang itu
menyampaikan pesan atas bahwa akibat putusan tersebut kseluruh keluarga hakim
yang menyidangkan akan meninggal. Mimpi itu terus mendatanginya.
Setelah
lebih dari satu bulan ia terus didatangi mimpi yang sama Zainalpun merasa tidak tenang, ia memutuskan
menemui hakim yang memutus perkaranya dengan maksud menyampaikan pesan dalam
mimpinya. Sesampai di pengadilan ia langsung bertemu hakim diruangannya dan
dengan tenang mengatakan kepada hakim ”Pak
saya bermimpi didatangi oleh orang-orang tua saya, katanya
Putusan yang Bapak berikan akan mengakibatkan semua anggota keluarga Bapak
Meninggal dunia pak” Mendengar itu hakim Samiun langsung kaget “Anda mengancam saya?! Saya bisa laporkan anda kepolisi karena
mengancam hakim tau tidak! Malin kaget melihat reaksi hakim, “bukannya saya bermaksud mengancam Bapak, tetapi
sumpah Pak seluruh keluarga Bapak akan meninggal, beitu pesan di mimpi saya” Sampil menampar meja, hakim Samiun membentak “Keluar!!”. Tanpa berkata-kata Malin segera meninggalkan ruangan
hakim, akan tetapi baru saja dia meraih helm di motornya, sesorang berteriak
dibelakangnya dan tiba-tiba helmnya sudah dirampas dan diihempaskan, ternyata
Hakim Samiun, sudah ada disampingnya dan sekarang tengah memegang krah bajunya, “Berani anda mengancam saya!! Malin
begitu ketakutan, dan saking kagetnya wajahnya pucat, apalagi dilihatnya orang-orang mulai berhamburan untuk menyaksikan
peristiwa tersebut. untung seorang petugas pengadilan berhasil menenangkan
hakim Samiun dan membawanya kembali keruangan. Malin merasa malu setengah mati,
gemetar ia meninggalkan pengadilan. Di perjalanan ia berfikir akan melaporkan
kepada Komisi Yudisial melalui Posko Pemantauan Peradilan, namun ia masih
terngiang-ngiang dengan ancaman Pak Samiun “Saya
bisa melaporkan anda kepolisi karena mengancam hakim”
Pertanyaan:
1. Apa yang harus anda lakukan jika anda menjadi Malin?
2. Apakah ada pelanggaran kode etik pada kasus di atas?
Jika ada apa bentuk perbuatan yang dinilai merupakan
pelanggaran kode etik, jika tidak mengapa?
3. Poin kode etik mana yang dilanggar?
0 komentar:
Post a Comment