MASYARAKAT SADAR DAN BERBUDAYA HUKUM


This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Wednesday 4 May 2016

Hukum Pidana Adat


1. Pengertian Hukum Pidana Adat
Istilah Hukum pidana adat sebenarnya merupakan istilah yang diambil dari terjemahan “adat delictenrecht” sebagai istilah yang diperkenalkan oleh Van Vollenhoven. Hukum adat tidaklah mengenal pembagian bidang hukum pidana, keperdataan, tata negara maupun administrasi. Istilah yang dipergunakan oleh Van Vollenhoven hanyalah pembagian untuk mempermudah analisis atas bidang hukum adat di Indonesia. Hukum pidana adat adalah ketentuan hukum yang mengatur tentang pelanggaran adat sebagai: “suatu perbuatan sepihak dari seseorang atau sekumpulan orang, mengancam atau menyingung atau mengganggu keseimbangan dan kehidupan persekutuan, bersifat materiil atau immateniil, terhadap orang seseorang atau terhadap masyarakat berupa kesatuan. Tindakan yang demikian mengakibatkan suatu reaksi adat”.
Dasar hukum berlakunya hukum pidana adat adalah UU No. 1 Drt Tahun 1951 dan UU tentang Kekuasaan kehakiman. Sifat hukum pidana adat, adalah : menyeluruh dan menyatu, ketentuan yang terbuka untuk segala peristiwa (tidak mengenal “prae extence regel”), membedakan permasalahan, peradilan atas permintaan serta pertanggungjawaban kolektif. Sumber hukum pidana adat, lebih banyak ditemukan dalam peraturan-peraturan tidak tertulis.
2. Delik adat
Di dalam hukum pidana adat, ada berbagai perbuatan yang dianggap sebagai delik adat di samping ada pula pelanggaran-pelanggaran yang sifatnya ringan. Perbuatan-perbuatan tersebut apabila diklasifikasikan termasuk ke dalam :
1) delik terhadap harta benda;
2) delik terhadap kepentingan orang banyak;
3) delik terhadap kehormatan seseorang; dan
4) delik terhadap kesusilaan.
Berbeda dengan delik pada umumnya, unsur-unsur delik adat meliputi :
1) adanya perbuatan yang dilakukan oleh orang atau kelompok orang ataupun pengurus;
2) bertentangan dengan norma adat;
3) perbuatan dipandang menimbulkan adanya ketidakseimbangan kosmis atau kegoncangan dalam masyarakat; dan
4) adanya reaksi berupa sanksi adat.
Di dalam masalah pertanggungjawaban, hukum pidana adat di samping mengenal pertanggungjawaban pribadi, juga mengenal pertanggungjawaban kolektif. Hukum pidana adat tidak mengenal alasan pembenar serta alasan pemaaf sebagaimana dikenal dalam hukum pidana.

3. Reaksi Adat dalam Delik Adat
Pada hakikatnya, di dalam hukum adat tidak dikenal sanksi, tetapi upaya adat atau reaksi adat. Hal ini didasarkan atas suatu konsep pemikiran bahwa pelanggaran adat, merupakan suatu pelanggaran ketentuan hukum tidak tertulis yang berakibat adanya ketidakseimbangan “kosmis”, siapapun pelanggarnya mempunyai kewajiban untuk mengembalikan ketidakseimbangan yang terganggu seperti keadaan semula.
Berbagai jenis reaksi adat antara lain :
1) pengganti kerugian materiil dalam berbagai rupa, seperti paksaan menikahkan gadis yang telah dicemarkan;
2) pembayaran uang adat;
3) selamatan untuk membersihkan masyarakat dari segala kotoran;
4) penutup malu/permintaan maaf;
5) berbagai rupa hukuman badan sampai hukuman mati; dan
6) pengasingan dari masyarakat serta meletakkan orang diluar hukum.
Filosofi yang mendasari penghukuman dalam hukum adat berbeda dengan pemidanaan menurut KUHP. Penghukuman dalam hukum adat lebih banyak dilandasi oleh falsafah harmoni, sedangkan dalam KUHP lebih berorientasi pada masalah retributif dan rehabilitatif. Di dalam organisasi kemasyarakatan adat dalam bentuk persekutuan hukum adat, melekat suatu wewenang untuk menjatuhkan sanksi adat.
Tujuan hukum pidana

adalah untuk melindungi kepentingan orang perseorangan atau hak asasi manusia dan melindungi kepentingan masyarakt dan negara dengan pertimbangan yang serasi dari kejahatan/ tindakan tercela di satu pihak dan dari tindakan penguasa yang sewenang-wenang dilain pihak. Dengan demikian, yang dilindungi oleh hukum pidana bukan saja individu, tetapi juga negara, masyarakat harta benda milik individu.

Dari rumusan tujuan tersebut, dapat dikelompokkan bahwa yang dilindungi oleh hukum pidana adalah :
1.Negara;
2.PenguasaNegara;
3.MasyarakatUmum;
4.individu;
5.HartaBendaIndividu;
6. Binatang ternak termasuk tanaman.
Dalam banyak literatur hukum pidana, disebutkan bahwa tujuan hukum pidana adalah antara lain untuk:
1. Menakut-nakuti setiap orang jjangna sampai melakukan perbuatan yang tidak baik (aliran klasik);
2. Mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkungan.
Pandangan tersebut di atas dikemukakan oleh Teguh Parsetyo dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana. Pandangan tersebut sejalan dengan pemikiran Wirjono Prodjodikoro yang menyebutkan tujuan hukum pidana itu yaitu :
1. Untuk menakkut-nakuti orang jangan sampai melakukakn kejahatan, baik secara menakut-nakuti orang banyak maupun menakut-nakuti orang tertentu yang sudah melakukan kejahatan agar di kemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi.
2. Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah menandakan suka melakukan kejahatan agar menjadiorang yang baik tabiatnya sehingga bermanfaat bagi masyarakat.
Berbeda dengan dua sarjana di atas, Remelink menyatakan bahwa tujuan hukum pidana adalah untuk menegakkan tertib hukum, melindungi masyarakat hukum. Manusia satu persatu di dalam masyarakt saling bergantung; kepentingan mereka dan relasi sosial ini untuk bagian terbesar sangat tergantung paksaan.

Sunday 5 July 2015

SOAL UPA HUKUM ACARA PERDATA

1. Dibawah ini adalah karaketristik dari suatu gugatan voluntair, kecuali:
a. diajukan secara sepihak
b. masalah yang diajukan adalah kepentingan 1 pihak saja
c. tidak ada sengketa
d. ada pihak penggugat dan ada pihak tergugat
Jawaban yang disarankan D

Wednesday 1 July 2015

PELANGGARAN HAK ANAK

HAK ASASI ANAK; DIBUAI NAMUN DISAKITI Oleh : Adek Putra Djambak (Pengabdi Bantuan Hukum pada Divisi Penangan Kasus LBH Padang).

Dalam satu tahun terakhir LBH Padang (Januari hingga Desember 2014) mencatat terjadi 51 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dari 51 kasus tersebut 44 kasus korbannya adalah anak dan 7 kasus korbannya adalah perempuan dewasa. Umumnya dari 44 kasus kekerasan terhadap anak tersebut terhitung pencabulan (kekerasan seksual terhadap anak) sebanyak 42 kasus, dan kasus 2 kekerasan fisik terhadap anak, dari 51 kasus yang dicatat oleh LBH korbannya berjumlah 53 orang.  
Dari aspek pelaku, tercatat pelaku di tiga kasus kekerasan seksual pada anak tersebut adalah tenaga pendidik tiga (3), Keluarga terdekat empat (4), dan tiga puluh (30) lainnya adalah pelaku dari orang yang dikenal (orang luar dari internal keluarga), dan  (3) kasus pelakunya adalah pelajar serta 7 kasus adalah KDRT
Bila berkaca dari data tersebut sungguh memprihatinkan melihat pelanggaran hak anak yang terjadi di Sumatera Barat. Anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan dari orang tua, keluarga, lingkungan malah menjadi korban kekerasan baik fisik, psikis dan seksual. Disatu sisi, kondisi ini menjadi ancaman serius terhadap Anak dalam mendapatkan perlindungan dan menjadi kian rentan terlanggar hak-haknya.
Mengapa anak rentan menjadi korban pelanggaran?
Kondisi rentan anak
Anak-anak tersebut menjadi sasaran yang sangat rentan terhadap kekerasan disebabkan beberapa faktor yang sangat kompleks. Mulai dari segi sosial, budaya, pendidikan bahkan ekonomi sekalipun menjadi faktor penyebab secara bersamaan. Namun, sederhananya masalah utama dari hal tersebut pada intinya tidak luput dari peran orang tua dan lingkungan sosial tempat bermain anak yang tidak baik.
Hampir setiap kasus yang terpublis dimedia, pelakunya adalah orang-orang dekat korban seperti tetangga, dan orang-orang yang dikenal oleh anak/korban sendiri. Bahkan tidak sedikit pula pelakunya adalah orang memiliki dominasi atas korban seperti orang tua dan guru.
Sementara pola pengungkapan kasus kekerasan terhadap anak, nyaris dari seluruh kasus kekerasan seksual yang dialami anak baru terungkap setelah peristiwa itu terjadi dimana korban anak pada saat bersamaan mengalami trauma dan dampak psikis yang mendalam dari kekerasan yang dialami. Apalagi kasus kekerasan seksual yang pelaku notabenenya adalah  orang yang berprofesi sebagai Guru/Pendidik dari korban itu sendiri. Dari modus ini, terlihat salah satu faktornya yang menyebabkan tingginya kekerasan seksual terhadap Anak adalah penguasaan atau dominasi pelaku yang menguasai korban baik dengan cara tipu daya maupun ancaman.
Kemudian, kekerasan yang dialami anak pun tidak lepas dari faktor rumah tangga yang selama ini memberikan pendidikan pertama bagi anak. Lain hal lagi bila kekerasan terjadi di lingkunga keluarga, tentulah penyebab utamanya berada pada bangunan keluarga tersebut.
Lingkungan dimana anak berada juga mempengaruhi terhadap kekerasan-kekerasan yang dialami oleh anak. Lingkungan yang tidak memberikan rasa aman bagi anak, menyebabkan anak menjadi korban kekerasan dilingkungan tempat tinggal dimana anak tersebut berada. Bahkan dilingkunangan sekolahpun anak menjadi korban kekerasan dari orang-orang yang seharusnya memberikan contoh sikap dan prilaku yang baik dan benar terhadap anak.
Sisi lainnya, terdapat pula beberapa pemahaman sempit orang tua yang beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Kekerasan fisik, tidak jarang malah menjadi fenomena pengajaran pada anak.
Kalau disandingkan dengan predikat ‘Kota Layak  Anak’ yang diraih beberapa kota di Sumatera Barat (termasuk kota Padang), hal ini tentu menjadi tamparan bagi kita. Sebab tidak paralel jika predikat Kota Layak Anak diraih, namun faktanya kasus-kasus kekerasan yang dialami anak, seperti kekerasan fisik, psikis, dan kekerasan seksual, terus terjadi dan bahkan tren pelanggaran-pelanggaran hak anak disumatera barat cenderung meningkat setiap tahunnya.
Artinya, indikator-indikator nir-kekerasan dalam bentuk apa pun terhadap anak pastilah menjadi prasyarat didapatnya predikat Kota Layak Anak tersebut. Melihat fakta yang ada predikat itu menjadi pantas diragukan. Apakah hanya sekedar slogan propagandis untuk memmenuhi tuntutan semu saja.
Hak Anak dan Sanksi Adat
Dalam pasal 13 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: Diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksualpenelantarankekejaman, kekerasan, dan penganiayaanketidakadilan dan perlakuan salah lainnya’
Ketentuan ini pada dasarnya akan memberikan jaminan hukum perlindungan pada anak apabila disikapi dengan praktik nyata seluruh elemen di dalam masyarakat. Belum terdengar baik di Kota Padang sendiri dibuat kesepahaman adat yang dibuat antar pemerintah dan unsur adat untuk menerapkan sanksi adat bagi pelaku kekerasan terhadap anak. Padahal disatu sisi hal ini sudah sepantasnya dilakukan mengingat budaya masyarakat kita.
Mengingat kejahatan terhadap anak bukanlah kejahatn biasa, maka perlawan terhadap kejahatan ini perlu dilakukan secara luar biasa pula. Menyandingkan adat dengan hukum negara disisi bersamaan untuk melawan kejahatan terhadap anak bukan tidak patut dilakukan. Kalau perlu, pelaku kejahatan terhadap anak dibuang saja sepanjang adat. Agar hak asasi anak, tidak lagi sekedar dibuai namun tetap disakiti.



Thursday 18 June 2015

SOAL TES POTENSI AKADEMIK (TPA) / TES BAKAT SKOLASTIK (TBS)

SOAL LATIHAN

TES POTENSI AKADEMIK (TPA) / TES BAKAT SKOLASTIK (TBS) & SNMPTN
*Free Download, Tidak untuk dijual Jumlah Soal = 60 soal Waktu = 60 menit

Pilih satu jawaban yang paling dekat artinya dengan kata yang tercetak KAPITAL...........Untuk melihat lebih lengkap silahkan Download DISINI

MAKALAH EKONOMI ISLAM

Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang­barang dan jasa­jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran hutang.Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran. 
Keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada barter yang lebih kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan kemakmuran.
Pada awalnya di Indonesia, uang dalam hal ini uang kartal diterbitkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Namun sejak dikeluarkannya UU No. 13 tahun 1968 pasal 26 ayat 1, hak pemerintah untuk mencetak uang dicabut. Pemerintah kemudian menetapkan Bank Sentral, Bank Indonesia, sebagai satu­satunya lembaga yang berhak menciptakan uang kartal. Hak untuk menciptakan uang itu disebut dengan hak oktroi.
A. Pengertian
Begitu banyak para ahli ekonomi yang mendefinisikan arti uang. Mereka memiliki cara pandangan tersendiri terhadap hakekat uang. Sehingga masih belum ada kata sepakat tentang arti uang yang spesifik.
  1. Menurut Dr. Muhammad Zaki Syafi’i mendefinisikan uang sebagai: “Segala sesuatu yang diterima oleh khalayak untuk menunaikan kewajiban­kewajiban.”
  2. J. P Coraward mendefinisikan uang sebagai: “Segala sesuatu yang diterima secara luassebagai media pertukaran, sekaligus berfungsi sebagai standar ukuran nilai harga dan mediapenyimpan kekayaan.”
  3. Boumoul dan Gandlre berkata: “Uang mencakup seluruh sesuatu yang diterima secara luas sebagai alat pembayaran, diakuai secara luas sebagai alat pembayaran utang­utang dan pembayaran harga barang dan jasa.”
  4. Dr. Nazhim al­Syamry berkata: “Setiap sesuatu yang diterima semua pihak dengan legalitas tradisi ‘Urf atau undang­undang, atau nilai sesuatu itu sendiri, dam mampu berfungsi sebagai media dalam proses transaksi pertukaran yang beragam terhadap komoditi dan jasa, jugacocok untuk menyelesaikan utang­piutang dan tanggungan, adalah termasuk dala lingkup uang.”
 Dr. Sahir Hasan berkata: “Uang adalah pengganti materi terhadap segala aktivitas ekonomi, yaitu media atau alat yang memberikan kepada pemiliknya daya beli untuk memenuhi kebutuhannya, juga dari segi peraturan perundangan menjadi alat bagi pemiliknya untuk memenuhi segala kewajibannya.”
untuk lebih lengkapnya silahkan download DISINI

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com